Hey, Sunny!
How's Life?
Senin, 06 Juli 2020
Kamis, 02 Juli 2020
Selamat malam.
Hm, udah jm segini kok belum tidur?
Lagi mikirin apa?
Aku tau banyak yang kamu pikirkan, maka tidurlah.. Pikirmu lelah, badanmu payah, jiwamu butuh istirahat. Jangan lupa berdo'a, do'akn orang tuamu, do'akn keluargamu, do'akn siapa saja yg kamu sayangi, begitu juga mereka yg sayang kamu, siapapun mereka yg kamu temui, semoga mereka semua selalu baik-baik saja, aamiin yaa robbal alamin. Selamat beristirahat ✨
Maaf, malam ini, aku sedang ingin sendiri.
Jadi malam ini, aku sedang ingin sendiri.
Aku ingin menepikan perasaan dan menyepikan diriku dari tuduhan-tuduhan yang muncul dari pikiranku sendiri.
Aku sedang ingin mendamaikan perasaan dan mendamaikan kegagalanku dengan kelelahan, antara harapan-harapanku dengan kenyataan, antara ketakutanku dengan kekuatan.
Malam ini, sebentar saja, aku ingin sendiri.
Mematikan telepon genggamku, dan berhenti memikirkan hal apapun.
Karena malam ini, aku ingin berdua saja dengan Dia. Dalam panjang sajadah dan do'a. Aku ingin menangisi hal apapun yang menyesakkanku, aku ingin berterima kasih atas semua hal yang seharusnya kusyukuri. Aku ingin berterima kasih pada-Nya, yang tidak pernah meninggalkanku, selalu menyayangiku, selalu ada untukku.
Semua kesusahan yang kurasakan, adalah cara-Nya melepaskan segala kebutuhanku kepada selain Dia.
Aku ingin menangis sambil tersenyum, ingin tertawa sambil bersyukur. Apa saja, yang mewakili perasaanku.
Malam ini, maafkan aku, aku sedang ingin sendiri.
Aneh ya, kita pisah gitu aja.
Kamu pergi terlalu lama.
Ga mudah buat aku, seharusnya kamu tau itu.
Kamu memilih menghilang, aku ga ngerti.
Aku bingung kamu benar-benar pergi atau cuma bercanda. Waktu itu, semua terlihat menyebalkan.
Aneh ya, kita pisah gitu aja.
Kamu hilang gitu aja, padahal kamu tokoh utamanya.
Cerita ini jadi ga bisa berlanjut lagi, ga bisa sama-sama kita jalani lagi. Sudah ga ada jalannya.
Kita konstruksi yang dibangun sesuai takaran tapi ternyata gagal.
Karena dipertengahan kamu memilih menghancurkan pondasi awal yang seharusnya bisa jadi bangunan megah, entah apa, entah kenapa.
Dulu, waktu kamu pergi aku berharap kamu kembali buat jelasin sama aku semua hal yang sudah terjadi. Entah itu kenapa kamu pergi, kenapa kamu berubah, dan kenapa ucapanmu seolah olah benar semua ini hanya kosong, kamu berbohong. Katamu, kamu tidak pernah mencintaiku, aku merasa kecewa, sangat sakit sampai air mataku tidak mampu lagi merasakan sakit itu.
Aku pikir kamu akan datang untuk bisa mengubah keputusanku yang mau gantian pergi, tapi kamu berhasil menyudahi semua yang memang sudah benar-benar selesai.
Aku pernah berharap semesta ga pernah mempertemukanku sama orang lain, karena aku maunya sama kamu. Tapi aku bisa apa kalau ada yang lebih baik dari kamu? Yang ga pernah janji tapi juga ga pernah pergi, yang ga pernah banyak bicara tapi juga ga pura-pura, yang ga pernah terlalu banyak mengangankan banyak hal tapi selalu disini. Begitu juga denganmu, bagaimana jika kamu, dan kamu bisa apa jika semesta mempertemukanmu dengan orang lain yang lebih baik dariku?
Relakan.. kamu dan aku tau, kita tidak lagi menjadi kita dan juga tidak akan mungkin lagi kembali.
Bagaimana?
Awalnya, aku kira aku sanggup menyembunyikan ini, namun seperti luka yang didiamkan hingga infeksi, perasaan yang tidak pernah kamu anggap ada itu kini berubah menjadi penyakit yang harus disembuhkan.
Maaf, tapi aku tidak bisa, aku tidak bisa terus terusan melihatmu, aku tidak bisa menemuimu lagi.
Karena bila terus begitu, akan semakin sulit aku membunuh perasaan ini yang bahkan mungkin tidak akan pernah terbunuh sekalipun kamu sangat ingin membunuhnya.
Perasaan ini yang semula menyenangkan, perlahan mulai memilukan.
Harapan-harapan dari penantian ini mulai kelelahan, dan kamu, kamu ketidakmungkinan yang paling menyakitkan.
Jangan lagi, jangan memintaku di sini kalau perasaanku saja tidak mampu kamu hargai.
Biarkan aku pergi, kenapa?
Karena bagaimana bila aku katakan aku mencintaimu, apa kamu akan menjawab dengan jawaban yang aku harapkan? atau dengan jawaban yang selama ini membuatku takut untuk menanyakan kepadamu lagi?
Bagaimana bila kukatakan bahwa tidak pernah ada satu hari pun yang terlewat tanpa berusaha untuk tidak melihatmu, mengingat tentangmu, namun aku gagal. Semua masih saja tentangmu.
Aku maunya tidak mencintaimu, tapi adanya begitu.
Tidak apa-apa, bentuk ketulusan bukan dengan kepemilikan.
Tulus itu merelakanmu bahagia, bukan?
Aku mengakhiri ini..
Bukan karena aku berhenti menyayangimu, bukan karena cerita ini sudah harus usai, bukan karena aku berhenti mengharapkanmu, kehadiranmu, bukan.. bukan karena aku sudah tidak sanggup menghadapi rasa sakit yang timbul dari perasaan ini, bukan juga karena aku menyerah dengan tujuanku untuk bisa bersamamu.
Lagipula, ketika sebuah ikatan terlepas, tidak ada yang benar-benar selesai, apalagi yang berkaitan dengan kasih sayang, hal itu mengikutsertakan perasaan menjadi bagian kekal, sesuatu yang tidak akan pindah tempat walau aku pergi sejauh mungkin.
Maaf, maaf jika kau merasa aku mengecewakanmu, aku juga sudah merusak apa yang seharusnya menjadi kebahagiaanmu, kegiatanmu, dan bahkan dengan keegoisanku aku mengambil semua yang bisa membuatmu senang, aku sengaja mengubah hal yang mungkin menjadi kebiasaanmu. Sebenarnya aku ingin mengembalikan semua, agar kamu kembali dengan duniamu. Tapi tetap saja, aku masih tidak berani.. Aku meminta maaf..
Tentang rasa sakit yang lebih sering kamu jadikan hadiah itu, sejujurnya sudah tidak lagi aku permasalahkan, sudah menyatu dengan hari-hariku, karena itu sudah menjadi hal yang biasa untukku, namun terkadang porsiku juga terbatas, terkadang aku merasa kesal dan tanpa sengaja membuatku juga merasa kesal, akhirnya kita saling menyalahkan, dan yang paling buruk, saling meninggalkan. Tidak, aku tidak pernah meninggalkanmu, bahkan jika kamu memilih meninggalkanku, aku tetap disini.
Cerita ini harusnya masih punya perjalanan panjang, tapi cerita yang dimulai itu sudah kehabisan petualangan, sebab tokoh utamanya memilih pergi. Sungguh pilihan yang menyebalkan.
Tapi, mengapa harus sekali cerita ini berakhir?
Ya, karena kebahagiaanmu sudah cukup.
Karena tanpaku, kamu takkan kekurangan apa-apa.
Dan juga, karena tulus itu, berarti merelakanmu bahagia bukan?
Walau mungkin cara mereka mengungkapkan rasa sayang untukmu akan berbeda dengan caraku, tapi percayalah, tidak ada rasa sayang yang bisa diukur dengan perbedaan, perbandingan. Cara orang mencintai dan menyayangi itu berbeda, aku percaya, jika aku tidak kembali, dan jika kamu tidak bisa menemukan jalan untuk kembali bersamaku, akan ada, dia, mereka, yang menyayangimu, yang mencintaimu lebih dariku. Semoga suatu hari nanti, di waktu yang tepat, kita sama-sama mengerti.
Pergi atau menetap?
Semesta, kalau dia memang kau kirimkan untukku, bantu dia menemukanku.
Permudah jalannya untuk segera menemuiku.
Jangan buat dia tersesat dulu, jangan biarkan ia terjebak disebuah rumah dan membiarkanku menunggu.
Tuntun langkahnya pulang, pulang untukku.
Tapi, jika kau kirim dia cuma untuk antar pelajaran, titip luka, singgah sebentar kemudian pergi kembali, tolong bantu aku melepaskannya.
Permudah jalanku untuk segera pergi dari dunianya, jangan buat aku tersesat di dalam cerita yang tak pernah ia tuliskan untukku.
Tuntun langkahku untuk pulang, semesta.. pulang meninggalkannya.
Karena ini semua tidak mudah.
Yang bisa kulakukan hanya berdiam diri di tempat, walau pilihannya sama-sama membebaniku.
Kalau aku terus disini, aku akan jatuh bersama mimpi-mimpi indah yang terlanjur ku angankan bersamanya, yang mungkin tidak seindah harapan atau bahkan tidak akan menjadi kenyataan.
Tapi bila aku segera pergi meninggalkan, bagaimana bila ia sedang dalam perjalanan untuk menebus penantian yang selama ini kukerjakan sendirian?
Bagaimana bila aku tidak ada ketika seharusnya ia berhasil menemukanku?
Tapi bagaimana pula bila ia tidak pernah kemana-mana?
Bagaimana bila ia sudah menemukan yang ia cari dan itu bukan aku?
Ia memegang kunci itu.
Antara pergi atau menetap disini.
Langganan:
Komentar (Atom)